#NulisJuga I’ll Come Running to Tie Your Shoes

Hari ini, saya tengah gemar sekali mendengarkan lagu ini.

Lagu ini adalah salah satu track dari album legendaris Another Green World karya musisi Brian Eno. Setahu saya sih, track di atas adalah satu-satunya musik pop yang disisipkan oleh Eno ke dalam album dengan genre ambient yang dirilis pada September 1975 ini.

Album Another Green World ini sendiri sangat menarik, tapi kita tidak akan membahasnya di sini karena ini bukan majalah musik.
Jadi, saya akan memilih membahas mengenai: Why do I love this song?


Jawaban dari pertanyaan ini sangat mudah, saya tidak perlu menjadi seorang musisi terlebih dahulu untuk dapat menjawabnya.

I never realised that in order to become a jockey you have to have been a horse first.”
– Arrigo Sacchi, circa 1986

Dari kacamata telinga awam pun, lagu ini memang layak didengarkan, bahkan hingga berjuta-juta kali pun. Atmosfer yang dibawanya sangat menggembirakan, seakan tidak ada beban hidup yang terayun-ayun di pundak ketika lagu ini didendangkan. Di sini, sapuan melodi indah yang dimainkan oleh Eno dan kawan-kawan entah dengan alat musik apa (silakan mencari tahu lebih dalam mengenai Brian Eno dan mengapa kita harus bingung mengenai apa alat musik yang ia gunakan) berpadu selaras dengan vokal Eno yang sesungguhnya tidak terlalu oke, namun justru terasa pas dengan topik yang dibawakan dalam barisan liriknya.

Lirik lagu ini sendiri, bagi saya, adalah yang utama. Sebuah karya fenomenal. Sebuah kekuatan yang menjadi pondasi utama, menyokong tinggi nilai estetika yang tertuang dalam karya ini secara komprehensif.

I’ll find a place somewhere in the corner
I’m gonna waste the rest of my days

Just watching patiently from the window
Just waiting, seasons change, some day, oh
oh,
My dreams will pull you through that garden gate

I want to be the wandering sailor
We’re silhouettes by the light of the moon
I sit playing solitaire by the window
Just waiting, seasons change, ah hah, you’ll see
Some day these dreams will pull you through my door

Dalam barisan kata di atas, yang dapat kita lihat adalah sebuah gambaran seorang manusia dengan kepasrahan yang teramat dalam. Ia memilih untuk menyingkir, memojok, memilih sibuk dengan dunianya sendiri dengan bermain solitaire di depan jendela sembari memandangi dunia. Di tengah kesendiriannya, ia tak berhenti berharap, agar mimpi yang tetap ia bawa akan membawa sosok yang ia dambakan (entah istri atau seorang anak) akan hadir ke hadapannya. Sebuah mimpi yang nyaris mustahil tentunya.

Bila kita tilik dari sudut akademik, Isaac Newton menyebutkan dalam hukum pertamanya yang termahsyur: Jika resultan gaya pada suatu benda sama dengan nol, maka benda yang diam akan tetap diam dan benda yang bergerak akan tetap bergerak dengan kecepatan tetap, yang berarti ketika sosok manusia yang digambarkan Brian Eno ini memilih untuk tidak mengerjakan apapun selain bermain solitaire dalam kesendiriannya (resultan gaya sama dengan nol), maka tidak akan ada perubahan apapun yang terjadi dalam hidupnya. Sehingga, kalaupun tiba-tiba muncul sesosok makhluk idaman yang ia tunggu, jelas itu merupakan sebuah campur tangan Gusti Allah yang luar biasa.

Namun, cerita tidak berhenti sampai di sini.

And I’ll come running to tie your shoe
I’ll come running to tie your shoe
Oh, oh oh-oh-oho-oho-oho-oho-oho-o-o-o
Oh, oh oh-oh-oho-oho-oho-oho-oho-o-o-o
I’ll come running to tie your shoe

Pada bagian chorus di atas, kita disajikan oleh Eno, sebuah kenyataan mengejutkan dari kisah sang penyendiri. Sosok penyendiri tersebut berniat, berjanji, bahwa ketika sosok idaman yang ia tunggu-tunggu itu datang, yang ia lakukan tidak akan berlebihan. Ketika sang idaman datang, yang ia ingin lakukan hanyalah: berlari mendatanginya, untuk kemudian membetulkan tali sepatu sang sosok idaman.

Jelas sudah bahwa ini adalah sebuah kisah yang mindblowing. Ketika banyak dari kita berusaha keras, lalu berteriak-teriak gembira ketika mendapatkan hasil yang diharapkan, ketika banyak dari kita duduk termenung, lalu menangis sedih ketika tidak mendapatkan hasil yang diharapkan, sosok yang digambarkan Eno di sini menampik itu semua. Sosok tersebut tidak ingin bertindak terlalu muluk, meskipun telah terjadi keajaiban yang luar biasa dalam hidupnya sekalipun, melalui hadirnya sebuah makhluk idaman yang ingin ia dapatkan tanpa berusaha sedikit pun.

Dari penjelasan di atas, nampaknya semuanya telah nampak jelas. Kenyataan bahwa lirik dalam lagu ini menyimpan sebuah kisah magis nan mengejutkan, menjadi sebuah alasan kuat bagi saya untuk menggemari lagu ini dengan sedikit berlebihan. Eno mengajarkan kepada kita untuk tidak terjebak dalam sebuah euforia, bahwa sebuah harapan yang hadir ke dalam hidup kita tidak perlu kita sambut dengan nuansa berlebihan, tidak perlu kita sambut dengan teriakan yang harus didengar oleh seluruh kerabat kita, namun cukup dinikmati secara sederhana saja. Sederhana.