#NulisJuga Wavin’ Flag dan Digitalisasi

Salah satu bentuk pengejawantahan sederhana dari ‘The Long Tail Era’ yang dikemukakan oleh Chris Anderson dalam bukunya, The Long Tail: Why The Future of Business is Selling Less for More pada tahun 2006, adalah bagaimana kita dapat menemukan versi orisinil dari lagu yang remix-nya jauh lebih populer karena didapuk menjadi anthem FIFA World Cup 2010.

Digitalism, simply has been a heaven for a niche culture.

*ini versi remix yang digunakan sebagai anthem World Cup 2010*

#NulisJuga Malam Lebaran

Lebaran telah tiba.

Setiap lebaran, saya selalu teringat dengan puisi “Malam Lebaran” karya Sitor Situmorang. Hal ini diawali oleh guru mata pelajaran Bahasa Indonesia ketika saya duduk di kelas dua SMA Negeri 1 Solo, namanya Bu Rahardini atau biasa dipanggil sebagai Bu Dini. Beliau lah yang memperkenalkan puisi legendaris ini kepada siswa-siswinya, dan hingga kini, saya yakin masih banyak siswa-siswi Beliau yang selalu teringat kepada puisi ini setiap tahunnya.

Malam lebaran
Bulan di atas kuburan

#NulisJuga Favourite Movie Scenes of Mine

“Visual speaks louder than words”, ujar sebuah iklan billboard dari agensi periklanan kenamaan di kota Jogja. Meskipun tidak seutuhnya setuju dengan kalimat di atas, di sini saya akan berusaha mengamalkannya, karena kali ini saya ingin bernostalgia dengan membuat sebuah daftar yang erat kaitannya dengan aspek visual, yaitu: Movie Scene atau kita sebut saja Scene.

Tanpa perlu basa-basi mengenai apa itu scene, apa itu film, ataupun apa itu aspek-aspek lainnya, mari kita segera melompat ke daftar scene favorit yang berasal dari beberapa film favorit yang pernah saya tonton. Daftar ini berisi tujuh scene film terbaik yang saya pilih dengan metode sesuka-hati-saya bersama tiga scene lain yang saya masukkan ke daftar honorable mention, sebagai kandidat yang sebetulnya pantas untuk masuk ke dalam daftar, namun terpaksa saya singkirkan karena beragam alasan.

Let’s roll!


THE HONORABLE MENTION

“The Meeting” – The Godfather

Salah satu acting perform terbaik sepanjang masa ada di dalam scene ini, ketika Marlon Brando yang beraksi sebagai Vito Corleone bersumpah demi nyawa cucunya, bahwa dia tidak akan membalas dendam kepada keluarga Tattaglia.
Namun, hanya Vito Corleone yang menampilkan akting luar biasa di scene ini, you don’t win the championship with just one remarkable star.

“Russian’s Dick” – The Big Lebowski

Short scene favorit saya, yang telah saya coba tiru berkali-kali di buku catatan saya sendiri.
Namun, terlalu pendek.

“La Marseillaise” – Casablanca

This should’ve been written as ‘honorablest mention’.
Scene
ini akan berada di urutan keempat hingga kedua bila masuk ke daftar. Kegagahan Victor Laszlo yang membakar semangat masyarakat Prancis di bar milik Rick Blaine dalam scene ini benar-benar membuat hati tergetar, hingga terharu saat melihat sang istri, Ilsa Lund, tersenyum melihat kegagahan suaminya. Ketika melihat scene ini, satu hal yang terpikirkan adalah betapa beruntungnya Ilsa Lund yang diperebutkan oleh dua lelaki superkeren.
Namun, tidak ada satu film yang bisa menyumbang dua scene di sini, dan saya lebih memilih scene lainnya.


THE WINNERS

7. “Escape” – The Silence of Lambs

Anthony Hopkins, yang berperan sebagai Hannibal Lecter dalam film ini, memenangkan Oscar sebagai Best Actor meskipun hanya muncul di film selama 16 menit. Hal ini dapat diartikan sebagai: Seluruh 16 menit tersebut adalah scene-scene luar biasa berkualitas, dan menurut saya inilah yang terbaik dari semua.

6. “Pow, You’re Dead” – Who’s Afraid of Virginia Woolf?

Semua orang tengah mabuk. Istrimu bersenda gurau dengan lelaki lain yang membawa istrinya, membicarakan beragam hal buruk tentang dirimu, di ruang tamu rumahmu. Muak dengan situasi tersebut, kau berjalan ke gudang, mengambil sebuah senapan laras panjang yang telah disimpan di tempat tersebut dalam waktu lama. Kembali ke ruang tamu, dengan raut muka keji, kau bidik kepala istrimu, dan.. BANG! Muncullah sebuah payung dari mulut senapan tersebut.
Scene terbaik dari salah satu film black comedy terbaik sepanjang masa.

5. “The Knife” – 12 Angry Men

Meskipun hanya menampilkan empat lokasi dan tiga belas aktor, di mana kedua belasnya berdebat tanpa henti, ada puluhan scene apik dalam film ini. Inilah yang terbaik, permainan mimik dan psikologis yang mengagumkan dari Henry Fonda.

4. “Vito vs Signor Roberto” – The Godfather: Part 2

Berbicara mengenai Robert De Niro dan adegan terbaiknya, publik akan beramai-ramai menunjuk adegan “You talkin’ to me?” dalam film ‘Taxi Driver’ sebagai juaranya. Sure, itu adalah sebuah mahakarya, namun buat saya yang terbaik dari De Niro adalah adegan di atas, ketika De Niro memerankan Vito Corleone muda yang dalam probably the best sequel movie ever. Dalam adegan ini, Vito muda bernegosiasi dengan seorang tuan tanah bernama Signor Roberto agar tidak mengusir seorang wanita tua yang memiliki seekor anjing di rumah kontrakannya. Kombinasi akting menawan dari kedua aktor dan dialog dalam bahasa Italia yang elegan rasanya cukup sebagai alasan mengapa saya lebih memilih ini ketimbang pilihan populer lainnya.

3. “Begbie’s Glass” – Trainspotting

Personally, ini adalah film terbaik sepanjang masa. Saya mungkin telah menonton film dan scene ini puluhan kali, dan tak pernah sedikit pun merasa bosan. Dialog dari buku garapan Irvine Welsh yang classy, aksen Skotlandia yang menawan, dan akting yang menawan dari keenam tokoh utama, terutama trio Ewan Mcgregor (Renton), Johnny Lee Miller (Sick Boy), serta Robert Carlyle (Begbie), telah menghasilkan sebuah mahakarya yang luar biasa. Jika saya ingin membuat daftar 20 movie scene favorit saya, tak perlu ragu lagi, saya akan memenuhinya dengan scene dari film rilisan tahun 1996 ini, dan scene di atas adalah yang terbaik dari kesemuanya.

“You bring me the fuckin’ cigarette.. And the bag”

2. “As Time Goes By” – Casablanca

Belum pernah dalam hidup saya melihat di layar kaca, sosok aktris yang lebih cantik kemilau ketimbang apa yang ditampilkan oleh Ingrid Bergman dalam adegan ini. Matanya, senyumnya, dan seisi wajahnya begitu compelling, memikat. Lebih dari itu, caranya memaksa Sam yang enggan memainkan ‘As Time Goes By’ karena kesetiaannya kepada Rick Blaine, sangatlah menawan, dari sebuah dialog bertema nostalgia, hingga mendendangkan melodi dengan suara parau nan indahnya. Ah, betapa luar biasa.

Play it Sam, play As Time Goes By

1. “The Young German Singer” – Paths of Glory

Ending scene dari film anti-war tanpa klimaks garapan Stanley Kubrick (saya menunggu klimaks dari film ini selama hampir dua jam, dan ia tidak pernah hadir). Tidak ada kata lain yang dapat menggambarkan scene ini selain: nggrantes. Para prajurit Prancis yang tadinya mengejek sang penyanyi muda tawanan dari Jerman pun tak kuasa menahan tangis karena baris lirik lagu The Faithful Hussar yang membuat mereka teringat kepada keluarga dan istrinya di rumah sana.

Es war einmal ein treuer Husar (Once there was a faithful hussar)
Der liebt’ sein Mädchen ein ganzes Jahr (Who loved his maiden for a whole year)
Ein ganzes Jahr und noch viel mehr (A whole year and even more)
Die Liebe nahm kein Ende mehr (His love wont ever cease)
Und als der Knab’ die Botschaft kriegt (And when he received the message)
Daß sein Herzlieb am Sterben liegt (That his sweetheart dear was dying)
Verließ er gleich sein Hab und Gut (All his goods and chattels he left behind)
Wollt seh’n, was sein Herzliebchen tut (And hastened to his sweetheart dear)

#NulisJuga Jordan

Tempo hari, saya iseng menonton video tentang permainan-permainan terbaik dari Michael Jordan. Setelah menontonnya, rasanya memang pantas kalau dia disebut-sebut sebagai atlet terbaik sepanjang masa oleh beberapa critics, karena apa yang ia tampilkan memang luar biasa, week in week out.

Tapi..

source: genius.com

source: genius.com

Satu hal yang membuat saya penasaran adalah: kenapa Michael Jordan sering melet (re: menjulurkan lidah) setiap menghadapi momen-momen penting ya? Ada yang tahu?

#NulisJuga Playlist Berbuka Puasa

Bukan rahasia lagi, menjelang buka puasa, atau lebih tepatnya sekitar pukul 16.30 hingga waktu buka puasa tiba, adalah sebuah neraka yang entah mengapa terselip di bulan penuh berkah surga. Pada rentang waktu di atas, nafsu makan terasa memuncak hingga ke ubun-ubun karena perut dilanda rasa lapar. Obat dari semua itu? Tentu meminum segelas teh manis dan sepiring nasi lengkap lauk-pauknya, yang berarti akan membatalkan puasa kita.

Tentu kita tidak ingin membatalkan puasa tepat sebelum waktu berbuka tiba, bukan? Oleh sebab itu, muncul sebuah kegiatan yang dinamakan Ngabuburit, yang secara mudahnya dapat diartikan sebagai menunggu waktu berbuka dengan kegiatan-kegiatan tertentu untuk menekan rasa lapar. Beberapa contoh kegiatan ngabuburit yang cukup ngetop di Indonesia sendiri adalah nongkrong di pusat keramaian, bakti sosial, berjualan makanan, hingga mendengarkan musik.

Alternatif yang disebut terakhir di atas nampaknya adalah salah satu pilihan yang menarik, terutama bila anda adalah the-so-called-anag-myuzik. Kenapa menarik? Karena mendengarkan musik hingga waktu berbuka tiba itu: 1) Mudah, 2) Murah, 3) Dapat dilakukan sambil mengerjakan hal lainnya, ketiga alasan itulah yang membuat alternatif ini dapat menjadi pilihan utama ngabuburit kita.

Agar waktu ngabuburit tidak terasa lama ketika mendengarkan musik, tentu ada satu-dua hal lagi yang harus dipertimbangkan. Satu yang mencuat di sini adalah: durasi lagu sebaiknya panjang, sehingga baru beberapa kali berganti lagu, waktu buka puasa sudah tiba. Nah, dengan mempertimbangkan hal tersebut, di sini saya akan mencoba memberikan sebuah playlist yang terdiri dari beberapa lagu dengan durasi yang panjang, atau mari kita asumsikan sebagai lebih dari tujuh menit, yang dapat menjadi alternatif ngabuburit dari pukul 16.30 hingga 17.30 (kurang lebih 60 menit) alias perkiraan standar waktu buka puasa.

Anyway, playlist ini diurutkan dari tingkat awesomeness lagu terkait berdasarkan keinginan saya sendiri, silakan dicoba dan dinikmati sendiri.


7. Rolling Stones – You Can’t Always Get What You Want (7:29)

Pertama, lagu ini akan mengingatkan kita akan inti dari berpuasa, bahwa kita tidak bisa selalu mendapatkan apa yang kita inginkan. Tahan hawa nafsu!

6. The Beatles – Hey Jude (7:04)

Sembari menahan hawa nafsu, ada baiknya kita bersantai sejenak dengan tembang nostalgia idaman para orang tua ini.

5. The Velvet Underground – Heroin (7:14)

Puas berleha-leha bersama The Beatles, sebuah lagu dari album pertama The Velvet Underground ini akan memberimu nuansa liyut (oleng) ala garage rock yang kelaparan.

4. The Stone Roses – Fools Gold (9:55)

Waktunya kita melompat ke circa 1990. Berdendang sembari berlari-lari kecil bersama The Stone Roses dan musik yang New Order-esque.

3. The Stone Roses – I Am the Resurrection (8:14)

Another Stone Roses’s. Kita akan diajak mulai berlari sedikit lebih kencang dengan melahap salah satu raungan gitar solo terbaik dari John Squirre.

2. Led Zeppelin – Stairway to Heaven (8:02)

Bak roller coaster, Led Zeppelin akan memberi kita sedikit waktu bersantai di bagian awal, sebelum otak kita berjingkrak lagi di bagian akhirnya. Sedikit sentuhan musik populer di playlist ini selain dua tembang paling pertama.

1. David Bowie – Station to Station (10:05)

Inilah pinnacle moment dari playlist buatan saya. Waktunya kita mendengarkan raungan kereta api artifisial selama dua menit pertama, berkenalan dengan The Thin White Duke di tiga menit selanjutnya, lalu berdansa bersamanya untuk lima menit terakhirnya sebelum waktu buka puasa tiba. Favorit.

Bonus Track
The Smiths – Please, Please, Please, Let Me Get What I Want (1:52)

Nampaknya kita kekurangan waktu dua menit! Tenang, tembang akustik indah dari band jangle pop legendaris nan kontroversial ini akan mengisi sisa waktu menuju pukul 17.30 agar kita tidak terlanjur makan pada 17.28. Selain itu, lagu ini akan bersanding bersama doa sebelum berbuka puasa, mari kita meminta kepada Tuhan bahwa kita sudah sangat ingin makan. Please, please, please, let me get what i want this time.

#NulisJuga I’ll Come Running to Tie Your Shoes

Hari ini, saya tengah gemar sekali mendengarkan lagu ini.

Lagu ini adalah salah satu track dari album legendaris Another Green World karya musisi Brian Eno. Setahu saya sih, track di atas adalah satu-satunya musik pop yang disisipkan oleh Eno ke dalam album dengan genre ambient yang dirilis pada September 1975 ini.

Album Another Green World ini sendiri sangat menarik, tapi kita tidak akan membahasnya di sini karena ini bukan majalah musik.
Jadi, saya akan memilih membahas mengenai: Why do I love this song?


Jawaban dari pertanyaan ini sangat mudah, saya tidak perlu menjadi seorang musisi terlebih dahulu untuk dapat menjawabnya.

I never realised that in order to become a jockey you have to have been a horse first.”
– Arrigo Sacchi, circa 1986

Dari kacamata telinga awam pun, lagu ini memang layak didengarkan, bahkan hingga berjuta-juta kali pun. Atmosfer yang dibawanya sangat menggembirakan, seakan tidak ada beban hidup yang terayun-ayun di pundak ketika lagu ini didendangkan. Di sini, sapuan melodi indah yang dimainkan oleh Eno dan kawan-kawan entah dengan alat musik apa (silakan mencari tahu lebih dalam mengenai Brian Eno dan mengapa kita harus bingung mengenai apa alat musik yang ia gunakan) berpadu selaras dengan vokal Eno yang sesungguhnya tidak terlalu oke, namun justru terasa pas dengan topik yang dibawakan dalam barisan liriknya.

Lirik lagu ini sendiri, bagi saya, adalah yang utama. Sebuah karya fenomenal. Sebuah kekuatan yang menjadi pondasi utama, menyokong tinggi nilai estetika yang tertuang dalam karya ini secara komprehensif.

I’ll find a place somewhere in the corner
I’m gonna waste the rest of my days

Just watching patiently from the window
Just waiting, seasons change, some day, oh
oh,
My dreams will pull you through that garden gate

I want to be the wandering sailor
We’re silhouettes by the light of the moon
I sit playing solitaire by the window
Just waiting, seasons change, ah hah, you’ll see
Some day these dreams will pull you through my door

Dalam barisan kata di atas, yang dapat kita lihat adalah sebuah gambaran seorang manusia dengan kepasrahan yang teramat dalam. Ia memilih untuk menyingkir, memojok, memilih sibuk dengan dunianya sendiri dengan bermain solitaire di depan jendela sembari memandangi dunia. Di tengah kesendiriannya, ia tak berhenti berharap, agar mimpi yang tetap ia bawa akan membawa sosok yang ia dambakan (entah istri atau seorang anak) akan hadir ke hadapannya. Sebuah mimpi yang nyaris mustahil tentunya.

Bila kita tilik dari sudut akademik, Isaac Newton menyebutkan dalam hukum pertamanya yang termahsyur: Jika resultan gaya pada suatu benda sama dengan nol, maka benda yang diam akan tetap diam dan benda yang bergerak akan tetap bergerak dengan kecepatan tetap, yang berarti ketika sosok manusia yang digambarkan Brian Eno ini memilih untuk tidak mengerjakan apapun selain bermain solitaire dalam kesendiriannya (resultan gaya sama dengan nol), maka tidak akan ada perubahan apapun yang terjadi dalam hidupnya. Sehingga, kalaupun tiba-tiba muncul sesosok makhluk idaman yang ia tunggu, jelas itu merupakan sebuah campur tangan Gusti Allah yang luar biasa.

Namun, cerita tidak berhenti sampai di sini.

And I’ll come running to tie your shoe
I’ll come running to tie your shoe
Oh, oh oh-oh-oho-oho-oho-oho-oho-o-o-o
Oh, oh oh-oh-oho-oho-oho-oho-oho-o-o-o
I’ll come running to tie your shoe

Pada bagian chorus di atas, kita disajikan oleh Eno, sebuah kenyataan mengejutkan dari kisah sang penyendiri. Sosok penyendiri tersebut berniat, berjanji, bahwa ketika sosok idaman yang ia tunggu-tunggu itu datang, yang ia lakukan tidak akan berlebihan. Ketika sang idaman datang, yang ia ingin lakukan hanyalah: berlari mendatanginya, untuk kemudian membetulkan tali sepatu sang sosok idaman.

Jelas sudah bahwa ini adalah sebuah kisah yang mindblowing. Ketika banyak dari kita berusaha keras, lalu berteriak-teriak gembira ketika mendapatkan hasil yang diharapkan, ketika banyak dari kita duduk termenung, lalu menangis sedih ketika tidak mendapatkan hasil yang diharapkan, sosok yang digambarkan Eno di sini menampik itu semua. Sosok tersebut tidak ingin bertindak terlalu muluk, meskipun telah terjadi keajaiban yang luar biasa dalam hidupnya sekalipun, melalui hadirnya sebuah makhluk idaman yang ingin ia dapatkan tanpa berusaha sedikit pun.

Dari penjelasan di atas, nampaknya semuanya telah nampak jelas. Kenyataan bahwa lirik dalam lagu ini menyimpan sebuah kisah magis nan mengejutkan, menjadi sebuah alasan kuat bagi saya untuk menggemari lagu ini dengan sedikit berlebihan. Eno mengajarkan kepada kita untuk tidak terjebak dalam sebuah euforia, bahwa sebuah harapan yang hadir ke dalam hidup kita tidak perlu kita sambut dengan nuansa berlebihan, tidak perlu kita sambut dengan teriakan yang harus didengar oleh seluruh kerabat kita, namun cukup dinikmati secara sederhana saja. Sederhana.

#NulisJuga Narsis Tingkat Dewa

Memang menarik melihat perilaku manusia dalam lingkungan media sosial. Ada yang menggunakannya secara positif, ada pula yang menggunakannya secara negatif. Beberapa menggunakannya untuk menemukan teman dan kegiatan baru, beberapa menggunakannya untuk personal branding, beberapa menggunakannya untuk menyewa pelacur seperti berita yang baru saja lewat, sementara beberapa lagi menggunakannya untuk.. Narsis.

Gejala narsis dapat dengan mudah kita temukan melalui akun-penyedia-slot-iklan berkedok ‘fakta yang menakjubkan’, psikologi, golongan darah, hingga rasi bintang. Melalui informasi bernada serba positif yang tidak perlu dicek kebenarannya tingkat relevansinya ada di level ‘Entah’, akun-akun tersebut nampaknya telah jadi media yang efektif untuk menyalurkan hasrat narsis yang tertanam dalam tubuh manusia.

Satu contoh informasi ‘ngawur’ yang menjadi primadona para pengguna adalah tanda-tanda kejeniusan manusia, yang contoh penggunaan dalam konteks narsis-nya adalah seperti di bawah ini.

nsnfanfs

Setelah melihat ‘fakta’ di atas, menjadi jenius itu mudah, sepertinya. Cukup menjadi orang yang humoris, banyak bertanya (rasa ingin tahunya tinggi), banyak omong, suka mendengarkan musik, dan begadang, kita sudah bisa memproklamirkan diri sebagai seorang jenius. Tak lupa untuk membagi informasi tersebut ke timeline dengan kalimat bernada sok seperti “Tuh” atau “Oh pantesan”, dan kita bisa berharap bahwa beberapa teman kita akan bergumam “Oiya si A kan suka begadang tuh, pasti jenius!”.

Bahkan kalaupun informasi itu benar, mungkin kita tetap lupa kalau itu cuma ‘ciri-ciri’ saja. Seperti ‘binatang yang halal dimakan berkaki empat’, tapi babi dan anjing juga berkaki empat, dan mereka haram dalam hukum Islam. Bisa jadi Anda cuma suka tidur larut saja, suka mendengarkan musik saja, tapi tidak masuk kategori jenius. Betul kan?

Bagaimana pun itu, mengaku diri sebagai jenius tanpa dasar yang jelas itu adalah tindakan yang luar biasa. Apalagi di muka umum, dengan penuh rasa bangga, tergolong dalam tingkat narsis yang luar biasa. Mungkin lebih tepat kita sebut sebagai: ‘Narsis tingkat dewa’.